Artikel ini bermula dengan sebuah pertanyaan seorang Ikhwan…
Pertanyaan :
Assalamu’alaikum.ana mau bertanya, bagaimana gambaran dari pada
sahabat/ulama terdahulu tentang berbakti kepada kedua orang tua, semoga
Allah mudahkan kita untuk meniru mereka. Jazamulullah khoiron katsiro
[wawan, cikarang]
Jawaban :
Wa’alaykumussalam. Alhamdulillah washshalatu wassalamu’ala rasulillah wa ba’du,
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa berbakti kepada kedua
orang tua hukumnya adalah wajib. Banyak ayat-ayat al Qur’an dan
hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dengan tegas menyuruh
kita untuk berbakti kepada keduanya. Dan pada kesempatan kali ini,
sebagaimana permohonan sidang pembaca, kami akan ketengahkan beberapa
gambaran para ulama salaf dalam berbakti kepada kedua orang tuanya.
Selamat menyimak. Wa billahi at taufiq.
Wajibnya Berbakti dan Haramnya Durhaka
Allah ta’ala telah memerintahkan kepada kita untuk berbakti kepada
kedua orang tua. Allah berfirman mengenai wajibnya berbakti kepada
keduanya (yang artinya):
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: ‘Wahai Rabb-ku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku sewaktu kecil.” [QS.al Isra: 23-34]
Silahkan baca juga surah an Nisa’ ayat 36, Lukman ayat 14-15, al Ankabut ayat 8, al Ahqaf ayat 15-20 dan al Baqaroh ayat 215.
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah ta’ala mengharamkan atas kalian durhaka kepada ibu.” [Muttafaq Alaihi]
Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
“Tidak akan masuk surga anak yang durhaka (kepada orang tuanya).” [as Sisilah ash Shahihah no.675] [1]
Gambaran Birrul Walidain Kaum Salaf
Di bawah ini kami suguhkan beberapa gambaran para ulama salaf terdahulu dalam berbakti kepada kedua orang tua mereka.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
Dari Abu Murrah Maula Ummu Hani’ binti Abu Thalib, bahwasanya ia
pernah bersama Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuju kampungnya di al
‘Aqiq. Apabila masuk halaman rumahnya ia berteriak: “Alaikissalam wa
rahmatullah wa barakatuhu wahai bundaku.”
Ibunya menjawab: “Wa’alaikissalam wa rahmatullahi wa barakatuhu.”
Abu Hurairah berkata: “Semoga Allah merahmatimu sebagaimana engkau telah mendidikku sewaktu kecil.”
Ibunya berkata: “Demikian pula engkau wahai ananda, semoga Allah
membalasmu dengan kebaikan dan meridhaimu sebagaimana engkau berbakti
kepadaku setelah dewasa.” [HR.al Bukhari di al Adab al Mufrad, No.14, al Albani berkata: Hasan isnadnya]
Dan di antara bakti Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu kepada ibunya
adalah antusias beliau agar ibunya dapat memeluk agama Islam, yang mana
sebelumnya ibunya bergelimang dengan kesyirikan, dan doa beliau agar
ibunya di cintai oleh kaum mukminin.
Ia bercerita: “Dahulu aku mengajak ibuku untuk masuk Islam ketika ia
masih berbuat kesyirikan. Dan pada suatu hari aku mengajaknya, tapi ia
berbicara tentang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan ucapan
yang aku benci, maka itu aku mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam sambil menangis,
Aku berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pernah mengajak
ibuku untuk masuk Islam, namun ia enggan menerima ajakanku. Dan pada
hari ini aku mengajaknya lagi, tapi dia malah berkata tentangmu dengan
ucapan yang aku tidak sukai, maka itu doakanlah ibu Abu Hurairah agar
mendapat hidayah.’
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Ya Allah, bukakanlah pintu hidayah bagi ibu Abu Hurairah.”
Lalu aku keluar dengan senang hati lantaran doa Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam. Ketika datang aku langsung mendekati pintu rumahku
yang masih tertutup, dan ibuku mendengar suara langkah kakiku, ia
berkata: “Tetaplah disitu, wahai Abu Hurairah.” Dan aku mendengar
kucuran air.
Ia melanjutkan: “Ternyata ia mandi, kemudian ia mengenakan baju
kurung dan memakai jilbab, lalu membuka pintu. Ia berkata: “Wahai Abu
Hurairah, aku bersaksi bahwa tiada illah yang hak kecuali Allah dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.”
Ia berkata: “Aku pun langsung kembali menemui Rasulullah sambil
menangis karena saking gembiranya. Aku berkata: “Ya Rasulullah, kabar
gembira bagimu, sungguh Allah telah mengabulkan doamu dan Dia telah
memberi hidayah kepada ibu Abu Hurairah.”
Lalu beliau memuji dan menyanjung Allah dan berkata dengan perkataan
yang baik. Aku berkata lagi: “Wahai Rasulullah, memohonlah kepada Allah
untuk menjadikan aku dan ibuku dicintai oleh hamba-hamba-Nya yang
beriman dan menjadikan mereka dicintai oleh kami.”
Maka beliau berdoa: “Ya Allah, jadikanlah hamba-Mu ini –yakni Abu
Hurairah- dan ibunya dicintai oleh hamba-hamba-Mu yang beriman dan
jadikanlah mereka dicintai olehnya.”
Tidaklah diciptakan seorang mukmin yang mendengar tentang diriku
meskipun ia tidak melihatku kecuali ia pasti mencintaiku. [HR.Ahmad, al
Bukhari di al Adab Mufrad, no.34 dan Muslim no.2491]
Iyas bin Mu’awiyah rahimahullah
Tatkala ibunya meninggal dunia ia menangis. Seseorang bertanya kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis?”
Ia menjawab: “Sebelumnya aku mempunyai dua pintu yang terbuka untuk menuju surga dan sekarang salah
satunya telah tertutup.”
Abu Hanifah rahimahullah
Bahwasanya ibunda Abu Hanifah bersumpah dengan suatu sumpah lalu ia
melanggarnya. Maka itu ia meminta fawa kepada Abu Hanifah dan beliau pun
berfatwa untuknya.
Ibunya berkata: “Aku tidak ridha kecuali dengan ucapan Zur’ah al Qash.”
Kemudian Abu Hanifah membawa ibunya untuk menemui Zur’ah. Zur’ah
berkata: “Apakah aku berfatwa untukmu sementara itu engkau bersama ahli
fikih kota Kufah (yakni Abu Hanifah)?!”
Abu Hanifah berkata kepadanya: “Berilah fatwa kepadanya demikian dan demikian.”
Lalu Zur’ah memberi fatwa kepada ibunya dan akhirnya ia ridha dengan fatwa itu.
Abu Yusuf, sahabat Abu Hanifah pernah berkata: “Aku pernah melihat
Abu Hanifah membawa ibunya di atas keledai menuju majlis Umar bin Dzar
sebab ia disuruh ibunya untuk bertanya sesuatu kepadanya.”
Manshur bin al Mu’tamar rahimahullah
Muhammad bin Bisyr as Sulami rahimahullah pernah berkata: “Tidak ada
seorang pun di kota Kufah yang lebih berbakti daripada manshur bin al
Mu’tamar dan Abu Hanifah, dahulu Manshur biasa membelai rambut ibunya
dan mengepangnya.”
Ibnu Asakir rahimahullah
Imam Ibnu Asakir pernah ditanya perihal keterlambatannya ketika
datang ke kota Asfahan, beliau menjawab: “Ibuku tidak mengizinkanku.”
Haywah bin Syuraih rahimahullah
Pernah pada suatu hari beliau duduk di halaqoh ta’lim untuk mengajar
para hadirin, tatkala itu ibunya berkata: “Bangkit ya Haywah, beri makan
ayam kita dengan gandum ini.”
Lalu beliau berdiri dan meninggalkan ta’lim tsb.
Imam adz Dzahabi rahimahullah
Beliau pernah bercerita tentang dirinya yang sedang belajar qiro’ah
kepada gurunya Syaikh al Fadhili. Beliau berkata: “Ketika Syaikh al
Fadhili wafat, sementara aku belum menyelesaikan qiro’ahku, maka akupun
sangat sedih. Tapi kemudian ada yang mengabarkan bahwa ada Abu Muhammad
al Makin al Asmar yang tinggal di Iskandariyah, dan bahwasanya riwayat
beliau lebih tinggi daripada al Fadhili, maka itu adz Dzahabi berkata:
“Aku lebih sedih dan menyesal lagi lantaran tidak bisa menemuinya, sebab
ayahku tidak mengizinkanku untuk safar ke kota itu.”
Note :
Di ambil dari kitab Birr al Walidain Adab wa Ahkam, karya Khalid bin Jum’ah al Kharraz, dan kitab Ma’alim fi Thariq Thalab al-‘Ilmi karya Abdul Aziz bin Muhammad as Sadhan
[1] Diringkas dari buku Birrul Walidain (Berbakti Kepada Orang Tua) karya Ustadz Yazid Jawwas, cetakan Darul Qalam.
Oleh : Abu Musa al Atsari
Sumber :
Diketik ulang dari Majalah Adz Dzakhiirah Al Islmiyyah Vol.7 No.10 Edisi 52 – 1430/2009 Hal.41-44
0 komentar:
Posting Komentar