Jawab :
Sesungguhnya permasalahan ini –oral seks- merupakan permasalahan yang sangat menimbulkan rasa malu untuk dibicarakan. Akan tetapi mengingat terlalu banyak yang bertanya tentang permasalahan ini maka perlu penjelasan yang lebih dalam tentang hukum oral seks.
Sebagian ulama membolehkan oral seks dan sebagian ulama yang lain mengharamkannya.
Dalil para ulama yang membolehkan :
Pertama : Keumuman firman Allah
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
"Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki" (QS Al-Baqoroh : 223)
Ayat ini menunjukkan seorang suami berhak melakukan segala cara jimak dalam menikmati istrinya kecuali ada dalil yang melarang seperti menjimak wanita yang haid dan nifas atau menjimak wanita di duburnya.
Kedua : Keumuman sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wanita haid
اِصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ
"Lakukanlah segala sesuatu kecuali menjimak kemaluan (yang lagi haid)" (HR Muslim no 302)
Demikian pula hadits ini menunjukkan seorang lelaki diperbolehkan melakukan segala bentuk bersetubuh terhadap wanita yang haid (termasuk jika sang wanita mengoral dzakarnya). Yang dilarang adalah menjimak kemaluan istrinya yang sedang mengeluarkan najis, yaitu darah haid.
Ketiga : Adapun kekhawatiran keluarnya najis tatkala terjadi proses oral seks, maka jawabannya, tidak ada seorangpun yang membolehkan mencium kemaluan pasangannya tatkala keluarnya najis. Akan tetapi pembicaraan kita tatkala najis telah berhenti. Seseorang haram untuk sholat menghadap Allah tatkala sedang keluar najisnya dari kemaluannya, akan tetapi setelah beristinjaa dan berhenti najisnya maka ia boleh sholat menghadap Allah. Hal ini menunjukkan bahwa najis ada waktu berhenti keluarnya dari kemaluan, dan tatkala itulah baru diperbolehkan seseorang untuk mencium kemaluan pasangannya.
Keempat : Cara oral seks yang digandrungi oleh sebagian pasangan membantu mereka untuk menjaga kemaluan mereka, sehingga mereka bisa berfantasi dengan sesuatu yang halal dan tidak butuh mencari yang haram.
Dalil Para Ulama Yang Mengharamkan Oral Seks
Pertama : Sikap oral seks adalah meniru-niru perbuatan orang-orang barat, terutama para pezina dan pemain film porno. Dan kita dilarang mengikuti adat kebiasaan orang kafir yang merupakan kekhususan mereka.
Kedua : Oral seks adalah mengikuti gaya binatang, karena kita dapati sebagian binatang jantang menjilat kemaluan binatang betina
Ketiga : Mulut adalah anggota tubuh yang mulia yang digunakan untuk membaca Al-Qur'an dan berdzikir kepada Allah, bagaimana bisa digunakan untuk menjilat kemaluan pasangannya
Keempat : Madzi (yaitu cairan yang keluar dari kemaluan tatkala timbul syahwat) adalah najis menurut jumhur ulama. Dan sudah jelas jika seorang wanita menjilat dzakar suaminya maka sudah bisa dipastikan ia akan menjilat madzi tersebut.
Terlebih lagi lelaki yang menjilat bagian dalam vagina wanita, maka sangat bisa dipastikan ia akan menjilat sisa-sisa air kencing sang wanita.
Kelima : Berdasarkan penelitian kedokteran modern menyebutkan bahwa dalam vagina wanita ada bakteri-bakteri yang bisa berpindah ke lidah seorang lelaki yang menjilat vagina tersebut, dan juga sebaliknya ada bakteri-bakteri yang terdapat di mulut lelaki yang bisa berpindah ke vagina sang wanita tatkala terjadi proses penjilatan vagina wanita. Padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda;
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
"Tidak boleh memberi kemudhorotan kepada diri sendiri dan juga kepada orang lain".
Bahkan sebagian penelitian menyebutkan proses oral seks bisa menimbulkan kanker.
Pendapat Yang Terpilih??
Timbul kelainan-kelainan seksual di kalangan kaum kafir barat. Tatkala mereka menyalurkan syahwat mereka pada perkara-perkara yang haram maka jadilah mereka kehilangan rasa kepuasan dengan cara-cara yang halal dan yang sesuai dengan fitroh dan harkat kemanusiaan. Sehingga timbullah kelainan-kelainan seksual, seperti homo seksual, hubungan seks dengan cara kasar, bahkan dengan menyakiti pasangannya agar timbul kepuasan. Bahkan sebagian mereka hanya bisa puas jika berjimak dengan hewan peliharaannya, wal'iyaadzu billah.
Yang sangat menyedihkah –setelah tersebarnya video, para bola, dan internet- maka banyak kaum muslimin yang menonton tayangan-tayangan film porno. Dan tidak diragukan lagi bahwasanya larisnya praktek oral seks dikalangan kaum muslimin setelah larisnya tayangan-tayangan tersebut. Dari sinilah sangat jelas hikmah dari firman Allah
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya" (QS An-Nuur : 30-31)
Diantara akibat buruk dari menyaksikan tayangan-tayangan seperti ini adalah:
- Hilangnya rasa malu karena terlalu sering menyaksikan aurot para pezina
- Hilangnya rasa cemburu dari hati kedua pasangan, bagaimana tidak?, sementara sang istri membiarkan sang suami berledzat-ledzat menonton aurot para wanita pezina pelaku film-film porno tersebut. Demikian juga sang suami membiarkan sang istri berledzat-ledzat melihat aurot para lelaki barat pezina dalam tayangan film-film porno tersebut.
- Hilangnya rasa kepuasan terhadap pasangannya. Masing-masing berangan-angan pasangannya bisa seperti tokoh yang ia saksikan dalam tayangan-tayangan film porno tersebut. Dan diantara sebab timbul banyaknya perceraian adalah akibat menyaksikan tayangan-tayangan film porno. Sungguh Allah telah memberikan kepuasan kepada sang lelaki dengan istri yang halal, akan tetapi tatkala ia menyaksikan film-film porno maka dicabutlah rasa kepuasan tersebut, bahkan ia berangan-angan untuk bisa berzina dengan wanita barat pezina yang dia lihat dalam tayangan porno tersebut agar bisa berfantasi dengannya. Wal'iyaadzu billah.
- Hilangnya rasa kepuasan dengan cara berhubungan seksual yang sesuai dengan fitroh manusia. Betapa banyak lelaki yang sangat ingin mempraktekkan anal seks (berjimak lewat dubur) setelah menonton tayangan-tayangan seperti ini. Betapa banyak para wanita yang ingin digerayangi lebih dari seorang lelaki setelah menyaksikan tayangan-tayangan tersebut.
Tidak diragukan lagi bahwasanya tersebarnya praktek oral seks di kalangan kaum muslimin adalah setelah tersebarnya tayangan-tayangan tersebut. Bagaimanakah hukum syar'i tentang praktek oral seks ini?
Tentu yang lebih hati-hati adalah meninggalkan praktek oral seks. Mereka yang selalu menjaga pandangan mereka dan bisa meraih kepuasan dengan cara-cara seks yang sesuai dengan fitroh dan harkat manusia maka hendaknya mereka memuji dan bersyukur kepada Allah. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri betapa banyak kaum pria muslim yang tidak bisa merasakan kepuasan kecuali dengan praktek oral seks –terutama setelah menyaksikan tayangan film porno-. Maka apakah boleh bagi mereka untuk mempraktekan oral seks bersama istrinya yang halal??!!
Jika kita memperhatikan perkataan para fuqohaa (ahli fiqh) terdahulu maka kita dapati isyarat akan bolehnya praktek oral seks meskipun praktek tersebut merupakan perkara yang qobiih (buruk). Untuk menjelaskan hal ini mari kita renungkan poin-poin berikut :
Pertama : Praktek kelainan-kelainan seksual seperti menjimak istri melalui dubur, atau menjimak hewan telah tersebutkan oleh para fuqohaa terdahulu dalam kitab-kitab fiqih mereka. Demikian pula praktek oral seks juga telah diisyaratkan dalam buku-buku fiqih terdahulu, bahkan diisyaratkan oleh Imam As-Syafi'i. Beliau rahimahullah berkata :
وَلَوْ نَالَ من امْرَأَتِهِ ما دُونَ أَنْ يُغَيِّبَهُ في فَرْجِهَا ولم يُنْزِلْ لم يُوجِبْ ذلك غُسْلًا وَلَا نُوجِبُ الْغُسْلَ إلَّا أَنْ يُغَيِّبَهُ في الْفَرْجِ نَفْسِهِ أو الدُّبُرِ فَأَمَّا الْفَمُ أو غَيْرُ ذلك من جَسَدِهَا فَلَا يُوجِبُ غُسْلًا إذَا لم يُنْزِلْ
"Kalau seandainya sang suami menggauli istrinya tanpa membenamkan dzakarnya ke farji (kemaluan) istrinya dan ia tidak mengeluarkan air mani maka hal ini tidak mengharuskannya mandi (janabah). Dan kami tidak mewajibkan mandi janabah kecuali jika ia memasukan dzakarnya ke kemaluan istrinya atau duburnya. Adapun mulut (istrinya) dan anggota tubuh istrinya yang lainnya maka tidak mewajibkan mandi jika ia tidak mengeluarkan air mani" (Al-Umm 1/37)
Yaitu dzohirnya seakan-akan Imam Syafii menjelaskan bahwa jika seorang lelaki memasukan kemaluannya di mulut istrinya atau bagian tubuh yang lain (seperti diantara dua paha, atau dua payudara, atau dua belahan pantat) maka tidak mewajibkan mandi junub kecuali jika sang lelaki mengeluarkan mani. Hal ini berbeda jika ia memasukan dzakarnya ke vagina wanita atau duburnya, meskipun tidak sampai mengeluarkan mani maka tetap wajib untuk mandi junub.
Namun kenyataannya kita tidak mendapati penjelasan fuqohaa terdahulu yang panjang lebar tentang hukum oral seks.
Kedua : Para ulama sepakat akan bolehnya menyentuh kemaluan istri.
Ibnu 'Abidin Al-Hanafi berkata
سَأَل أَبُو يُوسُفَ أَبَا حَنِيفَةَ عَنِ الرَّجُل يَمَسُّ فَرْجَ امْرَأَتِهِ وَهِيَ تَمَسُّ فَرْجَهُ لِيَتَحَرَّكَ عَلَيْهَا هَل تَرَى بِذَلِكَ بَأْسًا ؟ قَال : لاَ ، وَأَرْجُو أَنْ يَعْظُمَ الأَْجْرُ
"Abu Yuusuf bertanya kepada Abu Hanifah –rahimahullah- tentang seseorang yang memegang kemaluan istrinya, dan sang istri yang menyentuh kemaluan suaminya agar tergerak syahwatnya kepada sang istri, maka apakah menurutmu bermasalah?. Abu Hanifah berkata, "Tidak mengapa, dan aku berharap besar pahalanya" (Haasyiat Ibni 'Aabidiin 6/367, lihat juga Al-Bahr Ar-Raaiq syarh Kanz Ad-Daqooiq 8/220, Tabyiinul Haqoo'iq 6/19)
Ketiga : Pernyataan sebagian fuqohaa yang menunjukkan akan bolehnya mencium kemaluan (vagina) wanita. Hal ini sangat ditegaskan terutama di kalangan para ulama madzhab Hanbali, dimana mereka menjelaskan akan bolehnya seorang suami mencium kemaluan istrinya sebelum berjimak, akan tetapi hukumnya makruh setelah berjimak (lihat Kasyaaful Qinaa' 5/16-17, Al-Inshoof 8/27, Al-Iqnaa' 3/240)
Keempat : Bahkan ada sebagian fuqohaa yang menyatakan bolehnya lebih dari sekedar mencium. Yaitu bahkan dibolehkan menjilat kemaluan sang istri.
Al-Hatthoob rahimahullah berkata:
قَدْ رُوِيَ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ قَال : لاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى الْفَرْجِ فِي حَال الْجِمَاعِ ، وَزَادَ فِي رِوَايَةٍ : وَيَلْحَسَهُ بِلِسَانِهِ ، وَهُوَ مُبَالَغَةٌ فِي الإِْبَاحَةِ ، وَلَيْسَ كَذَلِكَ عَلَى ظَاهِرِهِ
"Telah diriwayatkan dari Imam Malik –rahimahullah- bahwasanya ia berkata, "Tidak mengapa melihat kemaluan tatkala berjimak". Dan dalam riwayat yang lain ada tambahan, "Ia menjilat kemaluan istrinya dengan lidahnya".
Dan ini merupakan bentuk mubaalaghoh (sekedar penekanan) akan bolehnya, akan tetapi bukan pada dzhohirnya" (Mawaahibul Jaliil 5/23)
Al-Malibaariy Al-Fanaaniy (dari kalangan ulama abad 10 hijriyah) dari madzhab As-Syafi'iyah berkata:
يَجُوزُ لِلزَّوْجِ كُل تَمَتُّعٍ مِنْهَا بِمَا سِوَى حَلْقَةِ دُبُرِهَا ، وَلَوْ بِمَصِّ بَظْرِهَا
"Boleh bagi seorang suami segala bentuk menikmati istrinya kecuali lingkaran dubur, bahkan meskipun mengisap kiltorisnya" (Fathul Mu'iin bi Syarh Qurrotil 'Ain bi Muhimmaatid diin, hal 482, terbitan Daar Ibnu Hazm, cetakan pertama tahun 1424 H-2004 H, Tahqiq : Bassaam Abdul Wahhaab Al-Jaabi)
Kelima : Saya belum menemukan dari kalangan fuqohaa terdahulu yang mengharamkan mencium atau menjilat kemaluan pasangan. Adapun dua pendapat yang saya paparkan di awal artikel ini adalah dalil-dalil yang disebutkan oleh para ahlul ilmu zaman sekarang. Diantara para ulama yang mengharamkan oral seks adalah Syaikh Muhammad Naashiruddin Al-Albaani rahimahullah. Adapun diantara para ulama yang memandang oral seks adalah perbuatan yang buruk hanya saja hukumnya tidak sampai haram adalah Syaikh Al-Jibriin rahimahullah (sebagaimana dinukil di internet, diantaranya di http://www.ksasound.com/vb/showthread-t_1991.html atau di http://arb3.maktoob.com/vb/arb65515/)
Meskipun hati ini condong akan haramnya oral seks mengingat sulitnya terhindar dari menjilat madzi, akan tetapi karena saya hanya menemukan perkataan fuqohaa terdahulu yang membolehkan oral seks maka saya berhenti pada pendapat mereka.
Keenam : Meskipun tidak ada pernyataan dari fuqohaa terdahulu akan haramnya oral seks akan tetapi terdapat pernyataan mereka yang menunjukkan bahwa oral seks merupakan perbuatan yang qobiih (buruk).
Sebagian ulama Malikiyah (seperti Muhammad Al-'Uthbiy) tatkala menukil perkataan Imam Malik diatas ("Tidak mengapa melihat kemaluan tatkala berjimak". Dan dalam riwayat yang lain ada tambahan, "Ia menjilat kemaluan istrinya dengan lidahnya), maka Al-'uthbiya membuang perkataan Imam Malik "Ia menjilat kemaluan istrinya dengan lidahnya", karena Al-'Uthbiy memandang ini adalah perbuatan yang buruk (lihat Al-Bayaan wa At-Tahsiil 5/79). Akan tetapi maksud dari Imam Malik tatkala menyebutkan lafal tersebut adalah untuk penegasan akan bolehnya memandang kemaluan istri tatkala berjimak. Al-Qoodhi Abu al-Waliid Muhammad bin Rusyd rahimahullah berkata :
إِلاَّ أَنَّ الْعُلَمَاءَ يَسْتَجِيْزُوْنَ مِثْلَ هَذَا إِرَادَةَ الْبَيَانِ ، وَلِكَيْلاَ يَحْرُمُ مَا لَيْسَ بِحَرَامٍ ، فَإِنَّ كَثِيْرًا مِنَ الْعَوَامِّ يَعْتَقِدُوْنَ أَنَّهُ لاَ يَجُوْزُ لِلرَّجُلِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى فَرْجِ امْرَأَتِهِ فِي حَالٍ مِنَ الْأَحْوَالِ. وَقَدْ سَأَلَنِي عَنْ ذَلِكَ بَعْضُهُمْ فَاسْتَغْرَبَ أَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ جَائِزاً وَكَذَلِكَ تَكْلِيْمُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ عِنْدَ الْوَطْءِ، لاَ إِشْكَالَ فِي جَوَازِهِ وَلاَ وَجْهَ لِكَرَاهِيَتِهِ
"Hanya saja para ulama membolehkan seperti ini dalam rangka penjelasan, sehingga tidak diharamkan perkara yang tidak haram. Karena banyak orang awam yang meyakini bahwasanya tidak boleh seseorang melihat kemaluan istrinya dalam kondisi apapun. Sebagian mereka telah bertanya kepadaku tentang hal ini, dan mereka heran kalau hal ini diperbolehkan. Demikian pula seseorang boleh berbicara dengan istrinya tatkala berjimak, tidak ada masalah dalam hal ini dan tidak ada sisi makruhnya" (Al-Bayaan wa At-Tahshiil 5/79)
Ketujuh : Bagi mereka yang terlanjur ketagihan dengan praktek oral seks hendaknya berusaha meninggalkan praktek tersebut sedikit demi sedikit. Akan tetapi hal tersebut tidak bisa ditinggalkan kecuali jika mereka juga meninggalkan menyaksikan tayangan-tayangan film porno.
Semoga Allah memberikan taufiqNya kepada kita semua.
Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 13-04-1433 H / 06 Maret 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
www.firanda.com
0 komentar:
Posting Komentar