Selasa, 21 April 2009

Hukum hijab dan jilbab

HUKUM HIJAB

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Alhamdulillah saya merasa mantap dengan pensyari’atan hijab yang menutup seluruh badan, saya pun telah melaksanakannya dengan mengenakan hijab tersebut sejak beberapa tahun. Saya pernah membaca beberapa buku yang membahas hijab, terutama buku-buku tafsir pada bagian yang membahas hijab saat menafsirkan sebagian surat Al-Qur’an, seperti An-Nur dan Al-Ahzab. Tapi saya tidak tahu bagaimana memadukan antara pakaian kaum muslimat pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Khulafaur Rasyidin, para Khalifah Bani Umayyah dan urgensi hijab yang hampir saya anggap wajib atas semua wanita ?

Jawaban...
Harus kita ketahui, bahwa masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbagi menjadi dua :

Pertama : Masa sebelum diwajibkan hijab. Pada saat itu, kaum wanita tidak menutup wajah dan tidak diwajibkan berlindung dibalik tabir.

Kedua : Masa setelah diwajibkannya hijab, yaitu setelah tahun keenam. Saat itu kaum wanita diwajibkan berhijab, sehingga mereka, sebagaimana diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mengatakan kepada putri-putrinya, isteri-isterinya dan isteri-isteri kaum mukminin ; Hendaknya mereka mengulurkan jilbab mereka, sehingga mereka mengenakan kain hitam dan tidak ada yang tampak dari tubuh mereka kecuali sebelah mata untuk melihat jalanan. Alhamdulillah, di negara kita sampai saat ini kondisinya masih tetap pada jalan ini, yakni Al-Kitab dan As-Sunnah.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melanggengkan apa yang telah dianugerahkan kepada kaum wanita kita, yaitu hijab yang menutup seluruh tubuh sesuai dengan tuntunan Kitabullah, sunnah RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pandangan yang benar.

[Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin yang beliau tanda tanganinya]


[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 515 - 516 Darul Haq]




Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=mo re&article_id=746&bagian=0


Ikhtilat...

Oleh: Syaikh Abdullah bin Jaarullah bin Ibrahim Al-Jaarullah

Ikhtilat adalah berkumpulnya beberapa laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya di satu tempat, yang memungkinkan terjadinya hubungan diantara mereka apakah melaui pandangan mata, isyarat ataupun dengan bercakap-cakap.

Hukum Ikhtilat

Ikhtilat adalah perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan termasuk perkara yang sangat berbahaya yang Allah subhanahu wata’ala telah memperingatkan kaum muslimin dari padanya, karena ikhtilat antara dua jenis –laki-laki dan wanita-merupakan sebab yang terbesar dan yang paling mudah untuk mengantarkan pada perbuatan fahisya (yakni zina). Padahal Allah berfirman :
“Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji, dan merupakan jalan yang buruk.” (Al-Israa’ : 32).

Dan yang paling berbahaya dari ikhtilat adalah khalwat yakni bersendirian/bersepi-sepinya laki-laki dan wanita yang bukan mahram di satu tempat, karena khalwt merupakan jalan masuknya syaithan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wsallam bersabda :
“Tidaklah seorang laki-laki bersendirian dengan seorang seorang wanita (yang bukan mahramnya) melainkan syaithan yang ketiganya.” (HR.Ahmad, Tirmidzi dan Hakim, dan Hakim menshahihkannya)

Dalil-dalil Tentang Haramnya Khalwat.

1. Firman Allah : “ Dan apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri nabi) maka mintalah dari belakang tabir (hijab). Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.” (Al-Ahzab : 53)

2. Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Hati-hatilah kalian untuk masuk ke tempat para wanita “ Maka salah seorang laki-laki dari kalangan anshar : “Bagaimana pendapatmu (Ya Rasulullah) tentang Al-Hamwu ?” Rasulullah menjawab : “ Al-Hamwu adalah kematian.” (Mutafaqqun ‘alaihi).
Al-Hamwu adalah kerabat suami, seperti saudara laki-lakinya (ipar), putra dari pamannya (saudara misan). Kekhawatiran terhadap Al-Hamwu ini justru lebih besar dibanding dengan kekhawatiran terhadap yang lain. Fitnahnya pun labih besar pula karena sangat mungkin baginya untuk berhubungan dengan pihak wanita (istri) dan berkhalwat dengannya tanpa adanya pengingkaran (kecurigaan), karena dianggap dari keluarga. Berbeda kalau laki-laki itu orang asing bukan keluarga si suami.

Maka makna dari hadits di atas adalah berhati-berhatilah (jauhilah) untuk bercampur baur (ikhtilat) dan bersepi-sepi (khalwat) dengan para wanita dengan tanpa adanya mahram si wanita.

3. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Janganlah salah seorang diantara kalian (laki-laki) bersepi-sepi (berkhalwat) dengan wanita malainkan harus disertai mahramnya.” (Mutafaqqun’alaihi).

Hakekat Khalwat.

Yang dimaksud dengan khalwat adalah bersendiriannya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang bukan mahram, keduanya dalam keadaan tersembunyi dari pandangan orang lain (berduaan). Yang demikian ini merupakan kenyataan yang banyak terjadi di sekitar kita, misalnya di rumah-rumah kaum muslimin yang mempekerjakan pembantu-pembantu rumah tangga (khadimah). Dan juga sudah menjadi rahasia umum, seringnya tuan rumah, atau salah seorang putranya, atau salah seorang laki-laki kerabatnya, berkhalwat dengan khadimahnya tatkala penghuni rumah/anggota kelurga yang lain sedang keluar karena satu dan lain keperluan. Dan pada saat yang demikian inilah dikhawatirkan datangnya syaitan sebagai pihak ke tiga untuk memainkan perannya, sebagaimana dikhabarkan oleh rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits yang telah disebutkan di awal tulisan. Hadits tersebut tentu saja ditujukan kepada semua laki-laki dan wanita, tak peduli apakah dia orang shalih atau lanjut usia.

Kenyataan pula yang terjadi di sekitar kita dari ikhtilat dan khalwat yang menimpa sebagian kaum muslimin, yang bahayanya tidak sedikit dibandingkan sebelum mempekerjakan pembantu laki-laki dan sopir pribadi di rumahnya. Kita lihat mereka (sopir dan khodim) sering menyertai dan bepergian dengan para wanita penghuni rumah tersebut, tanpa adanya mahram.

Kita juga melihat sebagian dari mereka menyuruh sopirnya untuk mengantarkan anak putrinya ke sekolah, atau membiarkan salah seorang mahramnya ke pasar dengan dikawal sopir. Kalau ada yang bertanya : “Bagaimana bila sopirnya itu baik-baik orang shalih dan bertaqwa?” Sekalipun sopirnya orang yang shalih, apalagi yang selain itu dari orang-orang awam yang jauh dari tuntunan agama. Karena hadits yang telah lalu menyatakan : “Tidaklah seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) kecuali yang ketiganya adalah syaithan.” Dalam hadits ini tidaklah diberi perkecualian bagi laki-laki shalih dan wanita shalihah.

Termasuk ikhtilat yang diharamkan adalah safarnya (bepergian) seorang wanita dengan yang bukan mahramnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ Janganlah seorang wanita bepergian , kecuali bersama mahramnya. “ (Mutafaqun Alaihi, dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu), karena hal itu merupakan sebab terjadinya fitnah dan kehancuran.

Termasuk ikhtilat yang dilarang adalah bercampurnya anak-laki-laki dan anak-anak perempuan setelah mereka berusia remaja (mumayyiz) dalam satu tempat tidur sekalipun mereka adalah saudara kandung. Karena nabi shalallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan untuk memisahkan tempat tidur atau kamar mereka, sebagaimana hadits berikut : “Ajarilah anak-anak kalian shalat tatkala mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka bila meninggalkan shalat pada usia sepuluh tahun dan pisahkan tempat tidur mereka.” (Lihat shahihul Jami’ oleh Al-Bani).

Berdasarkan semua yang tersebut di atas, jelaslah bahwa orang-orang yang membiarkan wanita-wanita bukan mahram berikhtilat dengan anak-anak laki-laki mereka atau sebaliknya, sesungguhnya mereka telah menjerumuskan diri mereka sendiri dan keluarga mereka ke dalam bahaya yang besar. Yang berarti pula mereka telah merusak masyarakat seluruhya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free Themes | Bloggerized by Toko Kami - Blogger Themes | international calls