س2/ ما صحة قوله صَلَّى الله عليه وسلم نهى رسول الله صَلَّى الله عليه وسلم أن يبرك أحدكم كما يبرك البعير؟
Pertanyaan, “Shahihkah hadits yang melarang orang yang shalat untuk turun sujud sebagaimana onta turunnya onta untuk menderum?”
ج/
هذا ليس على هذا اللفظ هو هذا الحديث مشهور معروف يعني مشهور التداول لا
مشهور المعنى الاصطلاحي «لا يبرك أحدكم كما يبرك البعير» هذا هو القدر
المحفوظ، ثم اختلفت الرواية في بقية الحديث «وليضع يديه قبل ركبتيه» ورويت
«وليضع ركبتيه قبل يديه» والعلماء اختلفوا أي هذه الروايات هو الصحيح.
Jawaban Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh –Menteri Agama KSA
saat ini-, “Hadits yang ditanyakan adalah hadits yang terkenal dalam
pengertian tersebar di masyarakat, bukan masyhur dalam pengertian ilmu
hadits. Bagian awal hadits bunyinya adalah “janganlah salah satu kalian
turun untuk sujud sebagaimana bentuk turunnya onta ketika hendak
menderum”. Hanya inilah bagian hadits yang shahih sedangkan lanjutan
hadits ada beberapa versi, ada yang berbunyi, “hendaknya dia letakkan
tangannya sebelum lututnya’. Versi lain mengatakan, “hendaknya dia
letakkan dua lututnya sebelum dua tangannya”. Para ulama hadits
memperselisihkan manakah tambahan yang shahih dari dua versi tambahan di
atas.
والصواب
عندي أن كل هذه الروايات فيها اضطراب لا يصح منها شيء؛ بل الزيادات هذه
كلها مضطربة، والثابت «لا يبرك أحدكم كما يبرك البعير»،
Pendapat yang benar menurutku, kedua versi tambahan tersebut adalah
riwayat yang goncang, tidak ada satu pun yang sahih. Keduanya goncang
[baca: lemah]. Sehingga riwayat yang valid hanyalah bagian awal hadits
yang berbunyi, “janganlah salah satu kalian turun untuk sujud
sebagaimana bentuk turunnya onta ketika hendak menderum”.
وإذا
تقرر ذلك فإن النهي في هذا الحديث عن مشابهة البعير في هيئة البروك، في
هيئة البروك؛ لأنه نهى عن بروك كبروك البعير (لا يبرك أحدكم كما يبرك
البعير) فظاهر من الحديث أنَّ النهي عن أن يبرك المصلي بروكا كبروك البعير،
وبروك البعير له هيئة، وهذه الهيئة قد تكون بتقديم اليدين على الركبتين،
وقد تكون بتقديم الركبتين على اليدين.
Jika penjelasan di atas telah dipahami dengan baik maka larangan yang
ada dalam hadits di atas adalah larangan untuk menyerupai onta dalam
masalah bentuk turunnya karena yang Nabi larang adalah turun sebagaimana
turunnya onta ketika hendak menderum. Sehingga zhahir hadits
menunjukkan bahwa orang yang sedang mengerjakan shalat dilarang turun
sujud sebagaimana bentuk turunnya onta ketika mau menderum. Turunnya
onta untuk menderum itu memiliki bentuk yang khas, bentuk khas ini bisa
terjadi baik kita turun dengan mendahulukan tangan dari pada lutut
ataupun kita mendahulukan lutut dari pada tangan.
والهيئة: أن يكون الأعلى المؤخرة، وأن يكون الرأس منخفضا.
Bentuk khas tersebut adalah kepala merunduk dan bagian atas badan dimundurkan
هذه
هي الهيئة المنهي عنها؛ يعني إذا سجد أحدكم فلا يبرك بروك البعير يعني لا
يجعل رأسه منخفض يصل إلى الأرض هكذا مثل البعير إذا أراد أن يبرك ويبقى
ظهره عالي؛ يعني هكذا هذه صفة بروك البعير، فيها إضرار بالمصلي.
Inilah bentuk turun yang terlarang. Sehingga makna sabda Nabi,
“janganlah salah satu kalian turun untuk sujud sebagaimana bentuk
turunnya onta ketika hendak menderum” adalah ketika hendak sujud
hendaknya kepala tidak dibuat merunduk sampai ke lantai semisal onta
ketika hendak turun sedangkan punggun masih dalam posisi di atas. Inilah
bentuk turunnya onta untuk menderum dan bentuk semacam ini berdampak
negatif bagi orang yang mengerjakan shalat.
وهذا داخل تحت قاعدة عامة وهي أن: المصلي لا يشابه الحيوانات ولا يماثلها في هيئة الصلاة.
Larangan turun sujud sebagaimana onta ini termasuk dalam kaedah umum
dalam shalat yaitu orang yang sedang mengerjakan shalat dilarang untuk
menyerupai atau sama dengan hewan dalam gerakan-gerakan shalat.
فنهى
عن إقعاء كإقعاء الكلب، وعن نقر كنقر الغراب، الغراب ينقر بإيش؟ ينقر
بمنقاره، هل نقول إن المنقار هو الأنف هو أشبه شيء بالمنقار ونقول إن معناه
أن لا يجعل أنفه على الأرض؟ لا، العلماء فهموا من نقرة الغراب هذه من
السرعة، الغراب السرعة ويرفع رأسه، وافتراش الكلب وأشباه ذلك؛ يعني ينهى في
هذا الحديث عن الهيئة.
Nabi melarang orang yang shalat untuk duduk sebagaimana duduknya
anjing dan mematuk sebagaimana gagak mematuk. Gagak mematuk dengan
paruhnya. Apakah kita katakan bahwa paruh dalam hal ini serupa dengan
hidung lalu maknanya hidung tidak boleh diletakkan di lantai? Bukan
demikian maknanya. Para ulama memahami dari larangan mematuk sebagaimana
gagak mematuk adalah shalat yang dilakukan super cepat. Gagak cepat
sekali mematuk lalu mengangkat kepalanya. Nabi juga melarang orang yang
shalat untuk meletakkan hastanya di lantai sebagaimana anjing dan serupa
itu. Di sini Nabi melarang turun sujud sebagaimana bentuk turunnya onta
ketika akan menderum.
والهيئة هذه قد تحصل بتقديم اليدين على الركبتين؛ يعني في ابن آدم، وقد تحصل بالعكس.
فإذن المقصود من السنة في ذلك أن لا تشابه البعير في هيئة البروك، إن قدمت
يديك على رجليك ولم تشابه فالأمر واسع، وإن قدمت الركبتين ولم تشابه فالأمر
واسع؛ لكن لا تشابه البعير في هيئة البروك.
bentuk khas onta – untuk manusia- ketika hendak turun sujud ini bisa
terjadi baik ketika kita mendahulukan tangan dari pada lutut atau pun
sebaliknya. Jadinya yang dimaksudkan oleh hadits adalah larangan
menyerupai onta dalam bentuk turun. Jika kita turun sujud dengan
mendahulukan tangan dari pada lutut namun tidak serupa dengan bentuk
turunnya onta maka itu pun boleh dilakukan. Jika kita mendahulukan lutut
dan tidak serupa dengan bentuk turunnya onta, ini pun diperbolehkan.
Yang pokok, jangan menyerupai onta dalam bentuk turun.
لهذا
ذكر الترمذي في جامعه حينما ساق الحديث قال: وقال بعض أهل العلم يقدم يديه
على ركبتيه، وقال آخرون يقدم ركبتيه على يديه، والأمر في ذلك واسع عندنا.
كأنه [أشار] إلى ما ذكرنا.
Oleh karena itu, Tirmidzi dalam sunannya setelah membawakan hadits
berisi larangan turun untuk sujud sebagaimana turunnya onta mengatakan,
“Sebagian ulama mengatakan hendaknya tangan lebih didahulukan dari pada
lutut. Sedangkan ulama yang lain mengatakan agar lutut lebih didahulukan
dari pada tangan. Menurut kami, semuanya boleh”. Mungkin beliau
mengisyaratkan penjelasan yang telah kami sampaikan.
هناك
بحث لغوي بحثه بعضهم هل ركبتا البعير في رجليه أم في يديه؟ وهذا في
الحقيقة بحث مفيد لغوي؛ لكن هو خارج عن محل الفقه عند التدقيق؛ لأن المقصود
الهيئة، الرُّكَب إذا كانت في يدي البعير أو كانت في رجليه هيئة البعير
واحدة وهو أن الرأس منخفض والأعلى مرتفع.
Ada sebagian orang yang melakukan pengkajian dari tinjauan bahasa
Arab apakah lutut onta itu terletak pada kaki belakang ataukah pada kaki
depannya. Sebenarnya bahasan ini adalah bahasan yang bagus dari sisi
bahasa Arab akan tetapi sayang bahasan tersebut jika dicermati lebih
mendalam keluar dari kandungan hukum yang ada dalam hadits di atas
karena yang dimaksudkan oleh hadits adalah larangan menyerupai bentuk
turunnya onta. Baik lutut onta terletak di kaki depan ataukah di kaki
belakangnya bentuk turun tetap sama yaitu posisi kepala merunduk
sedangkan posisi punggung masing tinggi” [Syaikh Shalih bin Abdul Aziz
alu Syaikh dalam ceramahnya yang berjudul ‘Thalibul Ilmi wal Bahts’
tepatnya pada sesi tanya jawab pada jawaban untuk pertanyaan kedua].
Posted in: Fiqih,Sholat
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Facebook
0 komentar:
Posting Komentar