Dalil seputar masalah ini ada dua jenis:
Pertama, mengharamkan isbal jika karena sombong.
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
ู
ู ุฌุฑ ุซูุจู ุฎููุงุก ، ูู
ููุธุฑ ุงููู ุฅููู ููู
ุงูููุงู
ุฉ . ููุงู ุฃุจู ุจูุฑ : ุฅู ุฃุญุฏ ุดูู ุซูุจู ูุณุชุฑุฎู ، ุฅูุง
ุฃู ุฃุชุนุงูุฏ ุฐูู ู
ูู ؟ ููุงู ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
: ุฅูู ูู ุชุตูุน ุฐูู
ุฎููุงุก . ูุงู ู
ูุณู : ูููุช ูุณุงูู
: ุฃุฐูุฑ ุนุจุฏ ุงููู : ู
ู ุฌุฑ ุฅุฒุงุฑู ؟ ูุงู : ูู
ุฃุณู
ุนู ุฐูุฑ ุฅูุง ุซูุจู
“Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, tidak akan
dilihat oleh Allah pada hari kiamat. Abu Bakar lalu berkata: ‘Salah satu
sisi pakaianku akan melorot kecuali aku ikat dengan benar’. Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau tidak melakukan itu karena
sombong’.Musa bertanya kepada Salim, apakah Abdullah bin Umar
menyebutkan lafadz ‘barangsiapa menjulurkan kainnya’? Salim menjawab,
yang saya dengan hanya ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya’. ”. (HR. Bukhari 3665, Muslim 2085)
ุจููู
ุง ุฑุฌู ูุฌุฑ ุฅุฒุงุฑู ู
ู ุงูุฎููุงุก ุฎุณู ุจู ููู ูุชุฌูุฌู ูู ุงูุฃุฑุถ ุฅูู ููู
ุงูููุงู
ุฉ.
“Ada seorang lelaki yang kainnya terseret di tanah karena
sombong. Allah menenggelamkannya ke dalam bumi. Dia meronta-ronta karena
tersiksa di dalam bumi hingga hari Kiamat terjadi”. (HR. Bukhari, 3485)
ูุง ููุธุฑ ุงููู ููู
ุงูููุงู
ุฉ ุฅูู ู
ู ุฌุฑ ุฅุฒุงุฑู ุจุทุฑุงً
“Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong” (HR. Bukhari 5788)Kedua, hadits-hadits yang mengharamkan isbal secara mutlak baik karena sombong ataupun tidak.
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
ู
ุง ุฃุณูู ู
ู ุงููุนุจูู ู
ู ุงูุฅุฒุงุฑ ููู ุงููุงุฑ
“Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka” (HR. Bukhari 5787)
ุซูุงุซุฉ ูุง ูููู
ูู
ุงููู ููู
ุงูููุงู
ุฉ ููุง ููุธุฑ ุฅูููู
ููุง ูุฒูููู
ูููู
ุนุฐุงุจ ุฃููู
ุงูู
ุณุจู ูุงูู
ูุงู ูุงูู
ููู ุณูุนุชู ุจุงูุญูู ุงููุงุฐุจ
“Ada tiga jenis manusia yang tidak akan diajak biacar oleh Allah
pada hari Kiamat, tidak dipandang, dan tidak akan disucikan oleh Allah.
Untuk mereka bertiga siksaan yang pedih. Itulah laki-laki yang isbal,
orang yang mengungkit-ungkit sedekah dan orang yang melariskan barang
dagangannya dengan sumpah palsu”. (HR. Muslim, 106)
ูุง ุชุณุจู ุฃุญุฏุง ، ููุง ุชุญูุฑู
ู
ู ุงูู
ุนุฑูู ุดูุฆุง ، ููู ุฃู ุชููู
ุฃุฎุงู ูุฃูุช ู
ูุจุณุท ุฅููู ูุฌูู ، ุฅู ุฐูู ู
ู
ุงูู
ุนุฑูู ، ูุงุฑูุน ุฅุฒุงุฑู ุฅูู ูุตู ุงูุณุงู ، ูุฅู ุฃุจูุช ูุฅูู ุงููุนุจูู ، ูุฅูุงู
ูุฅุณุจุงู ุงูุฅุฒุงุฑ ؛ ูุฅูู ู
ู ุงูู
ุฎููุฉ ، ูุฅู ุงููู ูุง ูุญุจ ุงูู
ุฎููุฉ
“Janganlah kalian mencela orang lain. Janganlah kalian meremehkan
kebaikan sedikitpun, walaupun itu hanya dengan bermuka ceria saat
bicara dengan saudaramu. Itu saja sudah termasuk kebaikan. Dan naikan
kain sarungmu sampai pertengahan betis. Kalau engkau enggan, maka sampai
mata kaki. Jauhilah isbal dalam memakai kain sarung. Karena isbal itu
adalah kesombongan. Dan Allah tidak menyukai kesombongan” (HR. Abu Daud 4084, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)
ู
َุฑَุฑْุชُ ุนََูู ุฑَุณُِูู
ุงَِّููู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ َِููู ุฅِุฒَุงุฑِู ุงุณْุชِุฑْุฎَุงุกٌ
ََููุงَู: َูุง ุนَุจْุฏَ ุงَِّููู ุงุฑَْูุนْ ุฅِุฒَุงุฑََู! َูุฑََูุนْุชُُู. ุซُู
َّ
َูุงَู: ุฒِุฏْ! َูุฒِุฏْุชُ. َูู
َุง ุฒِْูุชُ ุฃَุชَุญَุฑَّุงَูุง ุจَุนْุฏُ. ََููุงَู ุจَุนْุถُ
ุงَْْูููู
ِ: ุฅَِูู ุฃََْูู؟ ََููุงَู: ุฃَْูุตَุงِู ุงูุณَّุงَِْููู
“Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, sementara kain sarungku terjurai (sampai ke tanah). Beliau pun
bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”. Aku pun langsung
menaikkan kain sarungku. Setelah itu Rasulullah bersabda, “Naikkan
lagi!” Aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku
setinggi itu.” Ada beberapa orang yang bertanya, “Sampai di mana
batasnya?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.” (HR. Muslim no. 2086)Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiallahu’anhu beliau berkata:
ุฑุฃูุช ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
ุฃุฎุฐ ุจุญุฌุฒุฉ ุณููุงู ุจู ุฃุจู ุณูู ููุงู ูุง ุณููุงู ูุง ุชุณุจู ุฅุฒุงุฑู ูุฅู ุงููู ูุง ูุญุจ ุงูู
ุณุจููู
“Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendatangu
kamar Sufyan bin Abi Sahl, lalu beliau berkata: ‘Wahai Sufyan, janganlah
engkau isbal. Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil’” (HR. Ibnu Maajah no.2892, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)Dari dalil-dalil di atas, para ulama sepakat haramnya isbal karena sombong dan berbeda pendapat mengenai hukum isbal jika tanpa sombong. Syaikh Alwi bin Abdil Qadir As Segaf berkata:
“Para ulama bersepakat tentang haramnya isbal karena sombong, namun mereka berbeda pendapat jika isbal dilakukan tanpa sombong dalam 2 pendapat:
Pertama, hukumnya boleh disertai ketidak-sukaan (baca: makruh), ini adalah pendapat kebanyakan ulama pengikut madzhab yang empat.
Kedua, hukumnya haram secara mutlak. Ini adalah satu pendapat Imam Ahmad, yang berbeda dengan pendapat lain yang masyhur dari beliau. Ibnu Muflih berkata : ‘Imam Ahmad Radhiallahu’anhu Ta’ala berkata, yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka, tidak boleh menjulurkan sedikitpun bagian dari pakaian melebihi itu. Perkataan ini zhahirnya adalah pengharaman’ (Al Adab Asy Syari’ah, 3/492). Ini juga pendapat yang dipilih Al Qadhi ‘Iyadh, Ibnul ‘Arabi ulama madzhab Maliki, dan dari madzhab Syafi’i ada Adz Dzahabi dan Ibnu Hajar Al Asqalani cenderung menyetujui pendapat beliau. Juga merupakan salah satu pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, pendapat madzhab Zhahiriyyah, Ash Shan’ani, serta para ulama di masa ini yaitu Syaikh Ibnu Baaz, Al Albani, Ibnu ‘Utsaimin. Pendapat kedua inilah yang sejalan dengan berbagai dalil yang ada.
Dan kewajiban kita bila ulama berselisih yaitu mengembalikan perkaranya kepada Qur’an dan Sunnah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
َูุฅِْู ุชََูุงุฒَุนْุชُู
ْ ِูู
ุดَْูุกٍ َูุฑُุฏُُّูู ุฅَِูู ุงَِّููู َูุงูุฑَّุณُِูู ุฅِْู ُููุชُู
ْ ุชُุคْู
َُِููู
ุจِุงَِّููู َูุงَْْูููู
ِ ุงْูุขุฎِุฑِ ุฐََِูู ุฎَْูุฑٌ َูุฃَุญْุณَُู ุชَุฃًِْูููุง
“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa: 59)Dan dalil-dalil yang mengharamkan secara mutlak sangat jelas dan tegas”
(Sumber : http://www.dorar.net/art/144 )
Jadi Islam melarang isbal, baik larangan sampai tingkatan haram atau tidak. Tapi sungguh disayangkan larangan ini agaknya sudah banyak tidak diindahkan lagi oleh umat Islam. Karena kurang ilmu dan perhatian mereka terhadap agamanya. Lebih lagi, adanya sebagian oknum yang menebarkan syubhat (kerancuan) seputar hukum isbal sehingga larangan isbal menjadi aneh dan tidak lazim di mata umat. Berikut ini beberapa syubhat tersebut:
Syubhat 1: Memakai pakaian atau celana ngatung agar tidak isbal adalah ajaran aneh dan nyeleneh
Bagaimana mungkin larangan isbal dalam Islam dianggap nyeleneh padahal dalil mengenai hal ini sangat banyak dan sangat mudah ditemukan dalam kitab-kitab hadits dan buku-buku fiqih. Lebih lagi, larangan isbal dibahas oleh ulama 4 madzhab besar dalam Islam dan sama sekali bukan hal aneh dan asing bagi orang-orang yang mempelajari agama. Berikut ini kami nukilkan beberapa perkataan para ulama madzhab mengenai hukum isbal sebagai bukti bahwa pembahasan larangan isbal itu dibahas oleh para ulama 4 madzhab dari dulu hingga sekarang.Madzhab Maliki
Ibnu ‘Abdil Barr dalam At Tamhid (3/249) :
ููุฏ ุธู ููู
ุฃู ุฌุฑ ุงูุซูุจ
ุฅุฐุง ูู
ููู ุฎููุงุก ููุง ุจุฃุณ ุจู ูุงุญุชุฌูุง ูุฐูู ุจู
ุง ุญุฏุซูุงู ุนุจุฏ ุงููู ุจู ู
ุญู
ุฏ ุจู
ุฃุณุฏ …. ูุงู ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ู ุณูู
: «ู
ู ุฌุฑ ุซูุจู ุฎููุงุก ูู
ููุธุฑ
ุงููู ุฅููู ููู
ุงูููุงู
ุฉ» ููุงู ุฃุจู ุจูุฑ: ุฅู ุฃุญุฏ ุดูู ุซูุจู ููุณุชุฑุฎู ุฅูุง ุฃู
ุฃุชุนุงูุฏ ุฐูู ู
ูู،ููุงู ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ู ุณูู
: «ุฅูู ูุณุช ุชุตูุน ุฐูู
ุฎููุงุก» ูุงู ู
ูุณู ููุช ูุณุงูู
ุฃุฐَูุฑ ุนุจุฏ ุงููู ู
ู ุฌุฑ ุฅุฒุงุฑู،ูุงู ูู
ุฃุณู
ุนู ุฅูุง
ุฐูุฑ ุซูุจู،ููุฐุง ุฅูู
ุง ููู ุฃู ุฃุญุฏ ุดูู ุซูุจู ูุณุชุฑุฎู، ูุง ุฃูู ุชุนู
ุฏ ุฐูู ุฎููุงุก،
ููุงู ูู ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ู ุณูู
: «ูุณุช ู
ู
ู ูุฑุถู ุฐูู» ููุง ูุชุนู
ุฏู ููุง
ูุธู ุจู ุฐูู
“Sebagian orang menyangka bahwa menjulurkan pakaian jika tidak karena
sombong itu tidak mengapa. Mereka berdalih dengan riwayat dari Abdullah
bin Muhammad bin Asad (beliau menyebutkan sanadnya) bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Barangsiapa menjulurkan
pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat oleh Allah pada hari
kiamat’. Abu Bakar lalu berkata: ‘Salah satu sisi pakaianku akan melorot
kecuali aku ikat dengan benar’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda: ‘Engkau tidak melakukan itu karena sombong’. Musa bertanya
kepada Salim, apakah Abdullah bin Umar menyebutkan lafadz ‘barangsiapa
menjulurkan kainnya’? Salim menjawab, yang saya dengan hanya
‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya‘.Dalam kasus ini yang melorot hanya satu sisi pakaiannya saja, bukan karena Abu Bakar sengaja memelorotkan pakaiannya. Oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau bukanlah termasuk orang yang dengan suka rela melakukan hal tersebut, bersengaja melakukan hal tersebut dan tidak mungkin ada orang yang punya praduga bahwa engkau wahai Abu Bakar melakukan hal tersebut dengan sengaja“.
Abul Walid Sulaiman Al Baaji dalam Al Muntaqa Syarh Al Muwatha (9/314-315) :
ููููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
ุงูุฐู ูุฌุฑ ุซูุจู ุฎููุงุก ููุชุถู ุชุนูู ูุฐุง ุงูุญูู
ุจู
ู ุฌุฑู ุฎููุงุก، ุฃู
ุง ู
ู ุฌุฑู ูุทูู
ุซูุจ ูุง ูุฌุฏ ุบูุฑู، ุฃู ุนุฐุฑ ู
ู ุงูุฃุนุฐุงุฑ ูุฅูู ูุง ูุชูุงููู ุงููุนูุฏ… ูููู ุตูู ุงููู
ุนููู ูุณูู
: «ุฅุฒุงุฑุฉ ุงูู
ุคู
ู ุฅูู ุฃูุตุงู ุณุงููู»، ูุญุชู
ู ุฃู ูุฑูุฏ ุจู ูุงููู ุฃุนูู
ุฃู ูุฐู ุตูุฉ ูุจุงุณู ุงูุฅุฒุงุฑ؛ ูุฃูู ููุจุณ ูุจุณ ุงูู
ุชูุงุถุน ุงูู
ูุชุตุฏ ุงูู
ูุชุตุฑ ุนูู ุจุนุถ
ุงูู
ุจุงุญ، ููุญุชู
ู ุฃู ูุฑูุฏ ุจู ุฃู ูุฐุง ุงููุฏุฑ ุงูู
ุดุฑูุน ูู ููุจูู ูุฐุง ุงูุชุฃููู ูููู
ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
:ูุง ุฌูุงุญ ุนููู ููู
ุง ุจููู ูุจูู ุงููุนุจูู ูุฑูุฏ ูุงููู ุฃุนูู
ุฃู ูุฐุง ูู ูู
ููุชุตุฑ ุนูู ุงูู
ุณุชุญุจ ู
ุจุงุญ ูุง ุฅุซู
ุนููู ููู ، ูุฅู ูุงู ูุฏ ุชุฑู
ุงูุฃูุถู
“Sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong‘
ini menunjukkan hukumnya terkait bagi orang yang melakukannya karena
sombong. Adapun orang yang pakaiannya panjang dan ia tidak punya yang
lain (hanya punya satu), atau orang yang punya udzur lain, maka tidak
termasuk ancaman hadits ini. Dan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: ‘Kainnya orang mu’min itu sepertengahan betis’, dimungkinkan -wallahu’alam-
inilah deskripsi pakaian beliau. Karena beliau lebih menyukai memakai
pakaian ketawadhu’an, yaitu yang seadanya, dibanding pakaian lain yang
mubah. Dimungkinkan juga, perkataan beliau ini menunjukkan kadar yang
masyru’ [baca: yang dianjurkan]. Tafsiran ini diperjelas oleh sabda
beliau yang lain: ‘Tidak mengapa bagi mereka untuk mengenakan antara
paha dan pertengahan betis’. Beliau ingin mengatakan -wallahu’alam-
bahwa kalau tidak mencukupkan diri pada yang mustahab [setengah betis],
maka boleh dan tidak berdosa. Namun telah meninggalkan yang utama”.Catatan:
Perhatikan, Al Baji berpendapat bahwa larangan isbal tidak sampai haram jika tidak sombong. Namun beliau mengatakan bahwa yang ditoleransi untuk memakai pakaian lebih dari mata kaki adalah yang hanya memiliki 1 pakaian saja dan yang memiliki udzur!!
Mazhab Hambali
Abu Naja Al Maqdisi:
ูููุฑู ุฃู ูููู ุซูุจ ุงูุฑุฌู ุฅูู ููู ูุตู ุณุงูู ูุชุญุช ูุนุจู ุจูุง ุญุงุฌุฉ ูุง ููุฑู ู
ุง ุจูู ุฐูู
“Makruh hukumnya pakaian seorang lelaki panjangnya di atas
pertengahan betis atau melebihi mata kaki tanpa adanya kebutuhan. Jika
di antara itu [pertengahan betis sampai sebelum mata kaki] maka tidak
makruh” (Al Iqna, 1/91)Ibnu Qudamah Al Maqdisi :
ูููุฑู ุฅุณุจุงู ุงููู
ูุต ูุงูุฅุฒุงุฑ ูุงูุณุฑุงููู ؛ ูุฃู ุงููุจู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
ุฃู
ุฑ ุจَุฑْูุน ุงูุฅุฒุงุฑ . ูุฅู ูุนู ุฐูู ุนูู ูุฌู ุงูุฎููุงุก ุญَุฑُู
“Makruh hukumnya isbal pada gamis, sarung atau sarowil (celana). Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk meninggalkan ketika memakai izar (sarung). Jika melakukan hal itu karena sombong, maka haram” (Al Mughni, 1/418)Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
ูุฅู ูุงู ุงูุฅุณุจุงู ูุงูุฌุฑ ู
ูููุงً ุนูู ุจุงูุงุชูุงู ูุงูุฃุญุงุฏูุซ ููู ุฃูุซุฑ، ููู ู
ุญุฑู
ุนูู ุงูุตุญูุญ، ููู ููุณ ูู ุงูุณุฏู
“Walaupun memang isbal dan menjulurkan pakaian itu itu terlarang
berdasarkan kesepakatan ulama serta hadits yang banyak, dan ia hukumnya
haram menurut pendapat yang tepat, namun isbal itu berbeda dengan sadl” (Iqtidha Shiratil Mustaqim, 1/130)Madzhab Hanafi
As Saharunfuri :
ูุงู ุงูุนูู
ุงุก : ุงูู
ุณุชุญุจ ูู
ุงูุฅุฒุงุฑ ูุงูุซูุจ ุฅูู ูุตู ุงูุณุงููู ، ูุงูุฌุงุฆุฒ ุจูุง ูุฑุงูุฉ ู
ุง ุชุญุชู ุฅูู ุงููุนุจูู ،
ูู
ุง ููุฒู ุนู ุงููุนุจูู ููู ู
ู
ููุน . ูุฅู ูุงู ููุฎููุงุก ููู ู
ู
ููุน ู
ูุน ุชุญุฑูู
ูุฅูุง
ูู
ูุน ุชููุฒูู
“Para ulama berkata, dianjurkan memakai sarung dan pakaian panjangnya
sampai setengah betis. Hukumnya boleh (tanpa makruh) jika melebihi
setengah betis hingga mata kaki. Sedangkan jika melebihi mata kaki maka
terlarang. Jika melakukannya karena sombong maka haram, jika tidak maka
makruh” (Bazlul Majhud, 16/411)Dalam kitab Fatawa Hindiyyah (5/333) :
ุชَْูุตِูุฑُ ุงูุซَِّูุงุจِ
ุณَُّูุฉٌ َูุฅِุณْุจَุงُู ุงْูุฅِุฒَุงุฑِ َูุงَْููู
ِูุตِ ุจِุฏْุนَุฉٌ َْููุจَุบِู ุฃَْู
ََُูููู ุงْูุฅِุฒَุงุฑُ ََْููู ุงَْููุนْุจَِْูู ุฅَูู ِูุตِْู ุงูุณَّุงِู ََููุฐَุง ِูู
ุญَِّู ุงูุฑِّุฌَุงِู، َูุฃَู
َّุง ุงِّููุณَุงุกُ َُููุฑْุฎَِูู ุฅุฒَุงุฑََُّูู ุฃَุณََْูู
ู
ِْู ุฅุฒَุงุฑِ ุงูุฑِّุฌَุงِู َِููุณْุชُุฑَ ุธَْูุฑَ َูุฏَู
َِِّูู. ุฅุณْุจَุงُู ุงูุฑَّุฌُِู
ุฅุฒَุงุฑَُู ุฃَุณََْูู ู
ِْู ุงَْููุนْุจَِْูู ุฅْู َูู
ْ َُْููู ِْููุฎََُููุงุกِ
َِِูููู َูุฑَุงَูุฉُ ุชَْูุฒٍِูู
“Memendekkan pakaian (sampai setengah betis) hukumnya sunnah.
Dan isbal pada sarung dan gamis itu bid’ah. Sebaiknya sarung itu di
atas mata kaki sampai setengah betis. Ini untuk laki-laki. Sedangkan wanita
hendaknya menurunkan kainnya melebihi kain lelaki untuk menutup
punggung kakinya. Isbalnya seorang lelaki melebihi mata kaki jika tidak
karena sombong maka hukumnya makruh”Madzhab Syafi’i
An Nawawi:ูู ุง ููุฒู ุนู ุงููุนุจูู ููู ู ู ููุน ، ، ูุฅู ูุงู ููุฎููุงุก ููู ู ู ููุน ู ูุน ุชุญุฑูู ูุฅูุง ูู ูุน ุชููุฒูู
Ibnu Hajar Al Asqalani :
ูุญุงุตูู: ุฃู ุงูุฅุณุจุงู ูุณุชูุฒู
ุฌุฑَّ ุงูุซูุจ، ูุฌุฑُّ ุงูุซูุจ ูุณุชูุฒู
ุงูุฎููุงุก، ููู ูู
ููุตุฏ ุงููุงุจุณ ุงูุฎููุงุก،
ููุคูุฏู: ู
ุง ุฃุฎุฑุฌู ุฃุญู
ุฏ ุจู ู
ููุน ู
ู ูุฌู ุขุฎุฑ ุนู ุงุจู ุนู
ุฑ ูู ุฃุซูุงุก ุญุฏูุซ ุฑูุนู: (
ูุฅูุงู ูุฌุฑ ุงูุฅุฒุงุฑ؛ ูุฅู ุฌุฑ ุงูุฅุฒุงุฑ ู
ู ุงูู
ุฎِููุฉ
“Kesimpulannya, isbal itu pasti menjulurkan pakaian. Sedangkan
menjulurkan pakaian itu merupakan kesombongan, walaupun si pemakai tidak
bermaksud sombong. Dikuatkan lagi dengan riwayat dari Ahmad bin Mani’
dengan sanad lain dari Ibnu Umar. Di dalam hadits tersebut dikatakan ‘Jauhilah perbuatan menjulurkan pakaian, karena menjulurkan pakaian itu adalah kesombongan‘” (Fathul Baari, 10/264)Dengan demikian tidak benar bahwa larangan isbal itu adalah ajaran aneh dan nyeleneh. Lebih lagi jika sampai mencela orang yang menjauhi larangan isbal dengan sebutan ‘kebanjiran‘, ‘kurang bahan‘, dll. Allahul musta’an.
Syubhat 2: Masak gara-gara celana saja masuk neraka?
Pernyataan ini tidak keluar kecuali dari orang-orang yang enggan taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Sungguh Allah Maha Berkehendak menentukan perbuatan apa yang menyebabkan masuk neraka, melalui firman-Nya atau pun melalui sabda Nabi-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
َูุง ُูุณْุฃَُู ุนَู
َّุง َْููุนَُู َُููู
ْ ُูุณْุฃََُููู
“Allah tidak ditanya oleh hamba, namun merekalah yang akan ditanyai oleh Allah” (QS. Al Anbiya: 23)Perbuatan yang dianggap sepele oleh manusia ternyata dapat menyebabkan masuk neraka bisa jadi merupakan ujian dari Allah untuk mengetahui mana hamba-Nya yang benar beriman. Karena orang yang beriman kepada Allah-lah yang senantiasa taat dan tunduk kepada hukum agama, Allah berfirman:
ุฅَِّูู
َุง َูุงَู ََْููู
ุงْูู
ُุคْู
َِِููู ุฅِุฐَุง ุฏُุนُูุง ุฅَِูู ุงَِّููู َูุฑَุณُِِููู َِููุญُْูู
َ
ุจََُْูููู
ْ ุฃَْู َُُูููููุง ุณَู
ِุนَْูุง َูุฃَุทَุนَْูุง َูุฃَُููุฆَِู ُูู
ُ
ุงْูู
ُِْููุญَُูู
“Hanya ucapan orang-orang beriman, yaitu ketika mereka diajak
menaati Allah dan Rasul-Nya agar Rasul-Nya tersebut memutuskan hukum
diantara kalian, maka mereka berkata: Sami’na Wa Atha’na (Kami telah
mendengar hukum tersebut dan kami akan taati). Merekalah orang-orang
yang beruntung” (QS. An Nuur: 51)Bukan hanya masalah isbal, Islam mengatur hukum-hukum kehidupan sampai perkara terkecil. Ketika Salman Al Farisi ditanya:
ูุฏ ุนูู
ูู
ูุจููู
ุตูู ุงููู
ุนููู ูุณูู
ูู ุดูุก . ุญุชู ุงูุฎุฑุงุกุฉ . ูุงู ، ููุงู : ุฃุฌู . ููุฏ ููุงูุง ุฃู ูุณุชูุจู
ุงููุจูุฉ ูุบุงุฆุท ุฃู ุจูู . ุฃู ุฃู ูุณุชูุฌู ุจุงููู
ูู . ุฃู ุฃู ูุณุชูุฌู ุจุฃูู ู
ู ุซูุงุซุฉ
ุฃุญุฌุงุฑ . ุฃู ุฃู ูุณุชูุฌู ุจุฑุฌูุน ุฃู ุจุนุธู
“Nabi kalian telah mengajari kalian segala hal hingga masalah
buang air besar? (Beliau menjawab: ) Benar. Beliau melarang kami
menghadap kiblat ketika kencing atau buang hajat, bersuci dengan tangan
kanan, bersuci dengan kurang dari tiga buah batu, dan bersuci dengan
kotoran atau tulang” (HR. Muslim, 262)Orang-orang yang meremehkan larangan isbal, bagaimana lagi sikap mereka terhadap aturan-aturan Islam dalam buang hajat, dalam makan, dalam tidur, dalam memakai sandal, dan perkara lain yang nampaknya sepele?
Syubhat 3: Larangan isbal hanya berlaku pada kain sarung
Sebagian orang beranggapan larangan isbal hanya berlaku pada kain sarung saja, karena di dalam hadits hanya disebutkan ู ู ุฌุฑ ุฅุฒุงุฑู ‘barangsiapa yang menjulurkan izaar (kain sarung) nya‘. Atau ada juga yang beranggapan bahwa larangan isbal hanya berlaku pada kain sarung, gamis dan imamah sebagaimana hadits:
ุงูุฅุณุจุงู ูู ุงูุฅุฒุงุฑ ูุงููู
ูุต ูุงูุนู
ุงู
ุฉ ู
ู ุฌุฑ ู
ููุง ุดูุฆุง ุฎููุงุก ูู
ููุธุฑ ุงููู ุฅููู ููู
ุงูููุงู
ุฉ
“Isbal itu pada kain sarung, gamis dan imamah. Barangsiapa
menjulurkannya sedikit saja karena sombong, tidak akan dipandang oleh
Allah di hari kiamat”Sehingga mereka beranggapan bahwa isbal untuk pakaian lain, misalnya celana pantalon, itu bukan yang dimaksud oleh hadits-hadits larangan isbal.
Anggapan ini salah. Larangan isbal juga berlaku pada model pakaian zaman sekarang seperti celana panjang pantalon. Syaikh Ali Hasan Al Halabi membantah anggapan ini, beliau berkata, “Sebagian orang mengira bahwa hadits ini menunjukkan bahwa larangan isbal hanya pada tiga jenis pakaian: kain sarung (izaar), gamis dan imamah. Dan isbal pada celana pantalon tidak termasuk dalam larangan. Ini adalah klaim yang tertolak oleh hadist itu sendiri. Karena justru makna hadits ini adalah meniadakan anggapan bahwa larangan isbal itu hanya pada kain (izaar). Bahkan larangannya berlaku pada semua jenis pakaian, baik yang ada di zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam (seperti gamis, imamah dan sirwal), atau pakaian pada masa yang lain, seperti celana pantalon di zaman kita”. Beliau lalu memaparkan alasannya, secara ringkas sebagai berikut:
Alasan 1
Dalam Lisaanul Arab dijelaskan makna izaar:
ุงูุฅุฒุงุฑ : ูู ู
ู ูุงุฑุงَู ูุณَุชَุฑََู . ูุชุนูู ุฃูุถุง : ุงูู
ูุญูุฉ
“Izaar adalah apa saja yang menutupimu, termasuk juga selimut”Alasan 2
Dalam sebagian hadits digunakan lafadz tsaub (ุงูุซูุจ), sedangkan dalam Lisaanul Arab makna tsaub:
ุงูุซูุจ : ู
ู ุซََูุจَ ููุนูู: ุงููุจุงุณ .
“Tsaub, dari tsawaba, artinya pakaian”Sehingga tsaub ini mencakup seluruh jenis pakaian
Alasan 3
Penjelasan para ulama:
Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan:
ََููุงَู ุงูุทَّุจَุฑُِّู :
ุฅَِّูู
َุง َูุฑَุฏَ ุงْูุฎَุจَุฑ ุจَِْููุธِ ุงْูุฅِุฒَุงุฑ ِูุฃََّู ุฃَْูุซَุฑ ุงَّููุงุณ ِูู
ุนَْูุฏู َูุงُููุง َْููุจَุณَُูู ุงْูุฅِุฒَุงุฑ َูุงْูุฃَุฑْุฏَِูุฉ ، ََููู
َّุง َูุจِุณَ
ุงَّููุงุณ ุงَْููู
ِูุต َูุงูุฏَّุฑَุงุฑِูุน َูุงَู ุญُْูู
َูุง ุญُْูู
ุงْูุฅِุฒَุงุฑ ِูู
ุงَّْูููู . َูุงَู ุงِุจْู ุจَุทَّุงู : َูุฐَุง َِููุงุณ ุตَุญِูุญ َْูู َูู
ْ َูุฃْุชِ
ุงَّููุตّ ุจِุงูุซَّْูุจِ ، َูุฅَُِّูู َูุดْู
َู ุฌَู
ِูุน ุฐََِูู ، َِููู ุชَุตِْููุฑ
ุฌَุฑّ ุงْูุนِู
َุงู
َุฉ َูุธَุฑ ، ุฅَِّูุง ุฃَْู َُูููู ุงْูู
ُุฑَุงุฏ ู
َุง ุฌَุฑَุชْ ุจِِู
ุนَุงุฏَุฉ ุงْูุนَุฑَุจ ู
ِْู ุฅِุฑْุฎَุงุก ุงْูุนَุฐْุจَุงุช ، َูู
َْูู
َุง ุฒَุงุฏَ ุนََูู
ุงْูุนَุงุฏَุฉ ِูู ุฐََِูู َูุงَู ู
ِْู ุงْูุฅِุณْุจَุงู
“At Thabari berkata, lafadz-lafadz hadits menggunakan kata izaar
karena kebanyakan manusia di masa itu mereka memakai izaar [seperti
pakaian bawahan untuk kain ihram] dan rida’ [seperti pakaian atasan
untuk kain ihram]. Ketika orang-orang mulai memakai gamis dan jubah,
maka hukumnya sama seperti larangan pada sarung. Ibnu Bathal berkata,
ini adalah qiyas atau analog yang tepat, andai tidak ada nash yang
menggunakan kata tsaub. Karena tsaub itu sudah
mencakup semua jenis pakaian [sehingga kita tidak perlu berdalil dengan
qiyas, ed]. Sedangkan adanya isbal pada imamah adalah suatu hal yang
tidak bisa kita bayangkan kecuali dengan mengingat kebiasaan orang Arab
yang menjulurkan ujung sorbannya. Sehingga pengertian isbal dalam hal
ini adalah ujung sorban yang kelewat panjang melebihi umumnya panjang
ujung sorban yang dibiasa dipakai di masyarakat setempat” (Fathul Baari, 16/331)Penulis Syarh Sunan Abi Daud (9/126) berkata:
ِูู َูุฐَุง ุงْูุญَุฏِูุซ
ุฏََูุงَูุฉ ุนََูู ุนَุฏَู
ุงِุฎْุชِุตَุงุต ุงْูุฅِุณْุจَุงู ุจِุงْูุฅِุฒَุงุฑِ ุจَْู َُูููู ِูู
ุงَْููู
ِูุต َูุงْูุนِู
َุงู
َุฉ َูู
َุง ِูู ุงْูุญَุฏِูุซ .َูุงَู ุงِุจْู ุฑَุณَْูุงู :
َูุงูุทََّْููุณَุงู َูุงูุฑِّุฏَุงุก َูุงูุดَّู
َْูุฉ
“Hadits ini merupakan dalil bahwa isbal tidak khusus pada kain sarung
saja, bahkan juga pada gamis dan imamah sebagaimana dalam hadits. Ibnu
Ruslan berkata, juga pada thailasan [kain sorban yang disampirkan di pundak], rida’ dan syamlah [kain yang dipakai untuk menutupi bagian atas badan dan dipakai dengan cara berkemul]”Al’Aini dalam ‘Umdatul Qari (31/429) menuturkan:
ูููู ู
ู ุฌุฑ ุซูุจู ูุฏุฎู ููู
ุงูุฅุฒุงุฑ ูุงูุฑุฏุงุก ูุงููู
ูุต ูุงูุณุฑุงููู ูุงูุฌุจุฉ ูุงููุจุงุก ูุบูุฑ ุฐูู ู
ู
ุง ูุณู
ู ุซูุจุง
ุจู ูุฑุฏ ูู ุงูุญุฏูุซ ุฏุฎูู ุงูุนู
ุงู
ุฉ ูู ุฐูู …
“Perkataan Nabi ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya‘ ini
mencakup kain sarung, rida’, gamis, sirwal, jubah, qubba’, dan jenis
pakaian lain yang masih disebut sebagai pakaian. Bahkan terdapat riwayat
yang memasukan imamah dalam hal ini”Sumber: http://almenhaj.net/makal.php?linkid=7415
Syubhat 4: Isbal khan cuma makruh! Jadi tidak mengapa setiap hari saya isbal
Terlepas dari perselisihan para ulama tentang hukum isbal antara haram dan makruh, perkataan ini sejatinya menggambarkan betapa dangkalnya sifat wara’ yang dimiliki. Karena seorang mu’min yang sejati adalah yang takut dan khawatir dirinya terjerumus dalam dosa sehingga ia meninggalkan hal-hal yang jelas haramnya, yang masih ragu halal-haramnya, atau yang mendekati tingkatan haram, inilah sikap wara’. Bukan sebaliknya, malah membiasakan diri dan terus-menerus melakukan hal yang mendekati keharaman atau yang makruh. Bukankah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ุงูุญَูุงَُู ุจٌَِّูู،
َูุงูุญَุฑَุงู
ُ ุจٌَِّูู، َูุจََُْูููู
َุง ู
ُุดَุจََّูุงุชٌ ูุงَ َูุนَْูู
َُูุง َูุซِูุฑٌ
ู
َِู ุงَّููุงุณِ، َูู
َِู ุงุชََّูู ุงูู
ُุดَุจََّูุงุชِ ุงุณْุชَุจْุฑَุฃَ ِูุฏِِِููู
َูุนِุฑْุถِِู، َูู
َْู ََููุนَ ِูู ุงูุดُّุจَُูุงุชِ: َูุฑَุงุนٍ َูุฑْุนَู ุญََْูู
ุงูุญِู
َู، ُููุดُِู ุฃَْู َُููุงِูุนَُู
“Yang halal itu jelas, yang haram itu jelas. Diantaranya ada yang
syubhat, yang tidak diketahui hukumnya oleh kebanyakan manusia.
Barangsiapa menjauhi yang syubhat, ia telah menjaga kehormatan dan
agamanya. Barangsiapa mendekati yang syubhat, sebagaimana pengembala di
perbatasan. Hampir-hampir saja ia melewatinya” (HR. Bukhari 52, Muslim 1599)Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
ุฅَِّู ุงูุดَّْูุทَุงَู َูุฌْุฑِู ู
ู ุงุจْู ุขุฏู
ู
ุฌุฑู ุงูุฏู
“Sesungguhnya setan ikut mengalir dalam darah manusia” (HR. Bukhari 7171, Muslim 2174)Al Khathabi menjelaskan hadits ini:
َِููู َูุฐَุง ุงْูุญَุฏِูุซِ
ู
َِู ุงْูุนِْูู
ِ ุงุณْุชِุญْุจَุงุจُ ุฃَْู َูุญْุฐَุฑَ ุงูุฅِْูุณَุงُู ู
ِْู ُِّูู ุฃَู
ْุฑٍ
ู
َِู ุงْูู
َْูุฑُِูู ู
ِู
َّุง ุชَุฌْุฑِู ุจِِู ุงูุธُُُّููู ََููุฎْุทُุฑُ ุจِุงُُْููููุจِ
َูุฃَْู َูุทُْูุจَ ุงูุณَّูุงู
َุฉَ ู
َِู ุงَّููุงุณِ ุจِุฅِุธَْูุงุฑِ ุงْูุจَุฑَุงุกَุฉِ ู
َِู
ุงูุฑَِّูุจِ
“Dalam hadits ini ada ilmu
tentang dianjurkannya setiap manusia untuk menjauhi setiap hal yang
makruh dan berbagai hal yang menyebabkan orang lain punya sangkaan dan
praduga yang tidak tidak. Dan anjuran untuk mencari tindakan yang
selamat dari prasangka yang tidak tidak dari orang lain dengan
menampakkan perbuatan yang bebas dari hal hal yang mencurigakan” (Talbis Iblis, 1/33)Lebih lagi, jika para da’i, aktifis dakwah, dan pengajar ilmu agama gemar membiasakan diri melakukan hal yang makruh. Padahal mereka panutan masyarakat dan orang yang dianggap baik agamanya. Sejatinya, semakin bagus keislaman seseorang, dia akan semakin wara’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
َูุถُْู ุงْูุนِْูู
ِ ุฃَุญَุจُّ ุฅََِّูู ู
ِْู َูุถِْู ุงْูุนِุจَุงุฏَุฉِ، َูุฎَْูุฑُ ุฏُِِูููู
ُ ุงَْููุฑَุนُ
“Keutamaan dalam ilmu lebih disukai daripada keutamaan dalam ibadah. Dan keislaman kalian yang paling baik adalah sifat wara’” (HR. Al Hakim 314, Al Bazzar 2969, Ath Thabrani dalam Al Ausath 3960. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib 1740)Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu berkata:
«ุฅَِّู ุงูุฏَِّูู َْููุณَ ุจِุงูุทَّْูุทََูุฉِ ู
ِْู ุขุฎِุฑِ ุงَِّْูููู َََِّูููู ุงูุฏَِّูู ุงَْููุฑَุนُ»
“Agama Islam itu bukanlah sekedar dengungan di akhir malam, namun Islam itu adalah bersikap wara’” (HR Ahmad dalam Az Zuhd, 664)Para penuntut ilmu agama, ustadz, kyai, atau ulama yang paham agama secara mendalam, semestinya lebih wara’ bukan malah asyik-masyuk mengamalkan yang makruh-makruh. Al Hasan Al Bashri berkata:
«ุฃَْูุถَُู ุงْูุนِْูู
ِ ุงَْููุฑَุนُ َูุงูุชََُُّّููู»
“Ilmu yang paling utama adalah wara’ dan tawakal” (HR. Ahmad dalam Az Zuhd, 1500)Yahya bin Abi Katsir berkata:
«ุงْูุนَุงِูู
ُ ู
َْู ุฎَุดَِู ุงََّููู , َูุฎَุดَْูุฉُ ุงَِّููู ุงَْููุฑَุนُ»
“Orang alim adalah orang yang takut kepada Allah. Takut kepada Allah itulah wara’” (Akhlaqul ‘Ulama, 1/70)Berangkat dari sikap wara’ inilah maka para fuqaha yang berpendapat isbal itu makruh hendaknya tidak isbal kecuali ada kebutuhan, semisal karena hanya memiliki 1 pakaian, karena sakit atau karena ada udzur lain.
Demikian sedikit yang bisa kami paparkan. Semoga bermanfaat.
—
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Dari artikel 'Syubhat Seputar Larangan Isbal — Muslim.Or.Id'
0 komentar:
Posting Komentar